AGROKLIMATOLOGI:
LAPORAN PENGAMATAN
GAMBARAN KONDISI IKLIM
DAN KESESUAIAN TERHADAP JENIS TANAMAN YANG AKAN DI BUDIDAYAKAN DI KECAMATAN
SORAWOLIO KOTA BAU - BAU, SULTRA
DI SUSUN OLEH :
MUHAMMAD AMSAL
D1 A1 08 165
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan dan Kegunaan
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hubungan Iklim dan Tanaman
2.2
Syarat Tumbuh Tanaman
2.3
Metode dan Penentuan Tipe Iklim
2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Cuaca Iklim
BAB
III GAMBARAN UMUM WILAYAH
3.1
Kota Bau-Bau
3.2
Kecamatan Sorawolio
BAB
IV METODE PELAKSANAAN
BAB
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil (unsur –unsur iklim )
5.1.1 Radiasi Surya
5.1.2 Suhu Udara
5.1.3 Angin
5.1.4 Evapotranspirasi
5.1.5 Hujan
5.2
Tipe Iklim
5.2.1 Menurut Koppen
5.2.2 Menurut Morth
5.2.3 Menurut Smith Ferguson
5.2.4 Menurut Oldemman
BAB
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Rata
– Rata unsur iklim di Kecamatan Sorawolio Kota Bau – Bau
2. Tipe
Iklim di Kecamatan Sorawolio Kata Bau – Bau
3. Berdasarkan
kesimpulan 1 dan 2 maka jenis tanaman yang pantas di kembangkan di Kecamatan
Sorawolio adalah:
a. Tanaman
perkebunan
b. Tanaman
pangan
c. Tanaman
holtikultura
d. Buah
- buahan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara
umum telah diterima, bahwa tumbuh merupakan ciri yang dimiliki oleh makhluk
hidup dan merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan banyak faktor,
seperti: asimilasi, pembentukan protoplasma baru maupun peningkatan ukuran
berat tumbuhan baik sebagian maupun secara keseluruhan organ atau jaringan
serta mencangkup diferensiasi menurut pola yang turun temurun. Dan di antara
faktor luar yang lain meliputi ketersediaan mineral, kadar air dan udara dalam
tanah serta ketersediaan sinar surya dan iklim sebagai komponen pertama dalam
berusaha tani yang perlu diperhatikan.
Ahner
beranggapan bahwa produksi pertanian itu terjadi karena adanya perpaduan antara
faktor alam dan tenaga kerja serta modal dibawah asuhan pengelola manusia
sebagai manager sekaligus manusia sebagai akar dalam tahapan pembangunan
(Moshlow). Sehingga unsur ini sangat penting bagi perkembangan uasaha tani di
Indonesia Khususnya, di kecamatan Sampara Kabupeten Konawe. Unsur-unsur ini
meliputi: hujan dan air, suhu panas dan sinar matahari, angin, kelembaban dan
kelangsengan udara.
Corak
iklim ini lebih banyak dipandang ditentukan oleh sifat curah hujan. Sifat curah
hujan di Indonesia umumnya cukup beragam dan untuk keperluan pertanian
diperlukan adanya klasifikasi atas sifat hujan yang meliputi daerah basah, setengah basah, dan daerah kering. Karena
keberagaman inilah maka iklim menentukan jenis dan teknik bercocok tanam serta
kwalitas dan kuantitas produk hasil yang diperoleh dari usaha tani. Namun bukan
berarti unsur-unsur iklim yang lain tidak memiliki hubungan dengan corak maupun
jenis usaha tani, karena tidak dapat disangsikan bahwa unsur angin serta suhu
dan lama penyinaran juga mempengaruhi proses pembentukan hujan dan kondisi
tanaman dalam proses fotosintesis tanaman serta proses penyerbukan dan
proses-proses negatif yang mengganggu produktivitas tanaman. Sehingga dengan
asumsi inilah maka dilakukan pengamatan iklim guna merampungkan penulisan
laporan pengamatan tentang “”GAMBARAN KONDISI IKLIM DAN KESESUAIAN JENIS
TANAMAN YANG AKAN DIKEMBANGKAN DI KECAMATAN SORAWOLIO, KOTA BAU-BAU.
1.2 Tujuan
dan Kegunaan
Pada
uraian sebelumnya telah disinggung peran iklim dalam menentukan jenis dan
teknik bercocok tanam tanaman sebagai faktor pendukung pertumbuhan dan produksi
tanaman. Dan bergerak dari masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari
pengamatan ini adalah:
1. Mahasiswa
dapat mengetahui gambaran kondisi iklim di kecamatan Sorawolio, kota Bau-Bau,
2. Mahasiswa
dapat menentukan jenis tanaman yang dapat di budidayakan khususnya di kecamatan
Sorawolio Kota Bau-Bau
Bergerak dari tujuan di atas, maka yang
menjadi kegunaan dari pengamatan serta penulisan dari laporan ini adalah:
1. Sebagai
bahan referensi untuk penelitian kedepan yang berhubungan dengan matakuliah agroklimatologi
dan iklim
2. Setelah
melakukan pengamatan , mahasiswa dapat mengetahui tentang peran iklim dalam
pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hubungan Iklim dan Tanaman
Iklim merupakan salah satu komponen ekosistem yang
proses dinamikanya dipengaruhi oleh proses global dan berada di luar atmosfer.
Kejadian iklim tidak terlepas dari dinamika alam, terutama proses rotasi
terhadap bidang, air serta energi. Penjabaran dari zat-zat alir dan energi
tersebut adalah unsur-unsur iklim, dimana unsur-unsur iklim ini merupakan faktor pendukung pertumbuhan dan produksi
tanaman dalam bentuk membantu proses fotosintesis dan berbagai bentuk fisioloogi
lainnya. (Irianto, Las dan Sumarni, 2000)
Proses fotosintesis sebagai proses awal kehidupan
tanaman pada dasarnya adalah proses fisiologi da fisika yang mengkonversi
energi surya dalam bentuk gelombang elektromagnetik menjadi energi kimia dalam
bentuk karbohidrat. Sebagian energi kimia tersebut diproduksi menjadi energi
kinetik dan energi termal melalui proses respirasi, untuk memenuhi kebutuhan
internal tanaman. Sedangkan bagian lainnya di reformasi menjadi beberapa jenis
senyawa organik, termaksud asam amino, protein dan lain-lain melalui beberapa
proses metabolisme tanaman.
Selain radiasi surya, proses fotosintesis sangat
ditentukan oleh ketersediaan air, konsentrasi CO2 dan suhu udara. Sedangkan
proses respirasi dan beberapa proses metabolisme tanaman secara sighnifikan di
pengaruhi oleh suhu udara dan beberapa unsur iklim lainnya. Proses transpirasi
yang menguapkan air dari jaringan tanaman ke atmosfer merealisasikan proses
dinaminasi dan translokasi energi panas, air, hara dan berbagai senyawa lainnya
di dalam jaringan tanaman. (Bell and Doberman, 1997)
Selain proses metabolisme, proses pembungaan
pengisian biji dan pematangan biji atau buah juga sangat dipengaruhi oleh
radiasi surya (intensitas dan lama penyinaran), suhu udara dan kelembaban nisbi
serta angin. Oleh sebab itu, produktivitas dan mutu hasil tanaman yang banyak
di tentukan pada fase pengisian dan pematangan biji atau buah sangat di
pengaruhi oleh berbagai unsur iklim dan cuaca, terutama radiasi surya dan suhu
udara.
Secara aktual, berbagai proses fisiologi pertumbuhan
da fisiologi produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca yaitu keadaan
atmosfer dari saat ke saat selama umur
tanaman, ketersediaan air sangat di tentukan oleh curah hujan selama periode
waktu tertentu, yang pada hakikatnya merupakan akumulasi dari beberapa unsur.
Demikian juga, pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan manifestasi
akumulatif dari seluruh proses fisiologi selama fase periode pertumbuhan
tertentu oleh sebab itu dalam pengertian yang lebih teknis dapat di nyatakan
bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman di pengaruhi oleh berbagai unsur iklim
sebagai akumulasi keadaan cuaca selama pertumbuhan tanaman. (Las, Fagi &
Pasandaran, 1999 dalam Surmaini, dkk.)
2.2
Syarat Tumbuh Tanaman
2.3
Metode dan Penentuan Tipe Iklim
Metode
dan Penentuan Tipe Iklim menurut:
Wladimir
Koppen seorang ahli berkebangsaan Jerman membagi iklim berdasarkan curah
hujan dan temperatur menjadi lima tipe iklim :
Gambar :
Iklim Koppen
1.
Iklim
A, yaitu iklim hujan tropis, dengan ciri temperatur bulanan rata-rata lebih
dari 18 oC, suhu tahunan 20 oC – 25 oC dengan
curah hujan bulanan lebih dari 60 mm.
2.
Iklim
B, yaitu iklim kering/gurun
Dengan ciri curah hujan lebih kecil daripada penguapan, daerah ini terbagi menjadi Iklim stepa dan gurun.
Dengan ciri curah hujan lebih kecil daripada penguapan, daerah ini terbagi menjadi Iklim stepa dan gurun.
3.
Iklim
C, yaitu iklim sedang basah
Dengan
ciri temperatur bulan terdingin -3 oC - 18 oC, daerah ini
terbagai menjadi :
Cs (iklim sedang laut dengan musim panas yang kering)
Cw (iklim sedang laut dengan musim dingin yang kering)
Cf (iklim sedang darat dengan hujan dalam semua bulan)
Cs (iklim sedang laut dengan musim panas yang kering)
Cw (iklim sedang laut dengan musim dingin yang kering)
Cf (iklim sedang darat dengan hujan dalam semua bulan)
4.
Iklim
D, yaitu iklim dingin
Dengan ciri temperatur bulan terdingin kurang dari 3 oC dan temperatur bulan terpanas lebih dari 10 oC, daerah ini terbagi menjadi Dw, Df
Dengan ciri temperatur bulan terdingin kurang dari 3 oC dan temperatur bulan terpanas lebih dari 10 oC, daerah ini terbagi menjadi Dw, Df
o
Dw
adalah iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang kering
o
Df
adalah iklim sedang (darat) dengan musim dingin yang lembab.
5.
Iklim
E, yaitu iklim kutub.
Dengan ciri bulan terpanas temperaturnya kurang dari 10 oC Daerah ini terbagi menjadi :
Dengan ciri bulan terpanas temperaturnya kurang dari 10 oC Daerah ini terbagi menjadi :
o
ET
Iklim tundra
o
DF
Iklim salju
Schmidt
dan Ferguson membagi iklim berdasarkan banyaknya curah hujan pada tiap bulan
yang dirumuskan sebagai berikut :
Di
Indonesia terbagi menjadi 8 tipe Iklim :
A.
kategori sangat basah, nilai Q = 0 – 14,3 %
B.
ategori basah, nilai Q = 14,3 – 33,3 %
C.
kategori agak basah nilai Q 33,3 – 60 %
D.
kategori sedang, nilai Q = 60 – 100 %
E.
kategori agak kering, nilai Q = 100 – 167 %
F.
kategori kering, nilai Q = 167 – 300 %
G.
kategori sangat kering, nilai Q = 300 – 700 %
H.
kategori luar biasa kering, nilai Q = lebih dari 700 %
Jadi
kota X beriklim B. Langkah masukan dalam grafik.
Oldeman membagi iklim menjadi 5 tipe iklim yaitu :
·
Iklim
A. Iklim yang memiliki bulan basah lebih dari 9 kali berturut-turut
·
Iklim
B. Iklim yang memiliki bulan basah 7-9 kali berturut-turut
·
Iklim
C. Iklim yang memiliki bulan basah 5-6 kali berturut-turut
·
Iklim
D. Iklim yang memiliki bulan basah 3-4 kali berturut-turut
berdasarkan
urutan bulan basah dan kering dengan ketententuan tertentu diurutkan sebagai
berikut:
a.
Bulan
basah bila curah hujan lebih dari 200 mm
b.
Bulan
lembab bila curah hujan 100 – 200 mm
c.
Bulan
kering bila curah hujan kurang dari 100 mm
A
: Jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan.
B : Jika terdapat 7 – 9 bulan basah berurutan.
C : Jika terdapat 5 – 6 bulan basah berurutan.
D : Jika terdapat 3 – 4 bulan basah berurutan.
E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.
B : Jika terdapat 7 – 9 bulan basah berurutan.
C : Jika terdapat 5 – 6 bulan basah berurutan.
D : Jika terdapat 3 – 4 bulan basah berurutan.
E : Jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.
Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai
Oldeman berbeda dengan yang digunakan oleh Koppen atau pun Schmidt – Ferguson
Bulan basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut: Bulan basah apabila
curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan lembab apabila curah hujannya 100 - 200
mm. Bulan kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm.
2.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Cuaca Iklim
Suatu lokasi atau lahan pertanian yang direncanakan akan
ditanaman tanaman perlu diteliti lebih dahulu unsur iklim yang berpengaruh
terhadap lokasi tersebut, seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu udara,
kecepatan angin, arah tiupan angin yang pada dasarnya dapat mempengaruhi
kondisi kelembaban tanah.
1)
Pengaruh
cahaya matahari
Cahaya matahari yang sampai ke
permukaan tanah dipengaruhi oleh rapat tidaknya vegetasi tanah tersebut. Jika
vegetasinya sangat rapat atau bahkan tertutup sama sekali, hal ini dapat
mengurangi masuknya radiasi matahari ke permukaan tanah, selain menghalangi
proses penguapan tanah (evaporasi berkurang), hal ini dapat menyebabkan tanah
menjadi basah dan kelembaban tanah menjadi tinggi. Kelembaban tanah yang
terlalu tinggi kurang bagus untuk pertumbuhan tanaman, biasanya akan
mempengaruhi akar-akar tanaman menjadi busuk sehingga mengganggu proses
penyerapan air dan unsur hara tanah menjadi terganggu. Apakah vegetasi yang
rapat tersebut dibuka, maka radiasi matahari akan masuk ke permukaan akan
menaikkan suhu permukaan tanah dan menyebabkan penguapan. Tetapi jika
intensitas radiasi matahri yang diterima oleh bumi sangat berlebihan, misalnya
karena adanya fenomena pemanasan global yang disebabkan oleh mulai menipisnya
lapisan ozon di atmosfer, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
penguapan-penguapan dari tanah yang berlangsung lama dan hebat yang terjadi
pada musim kemarau, dan kondisi ini akan sangat berpengaruh pada tanah, tanah
menjadi kering dan kelembaban tanah menjadi sangat rendah.
2)
Suhu
Suhu tanah juga perlu diukur, karena
suhu tanah ini sangat mempengaruhi mikroflora dan mikrofauna yang terkandung
dalam tanah yang menguntungkan dan menyuburkan tanah setempat. Suhu tanah ini
dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari. Intensitas radiasi matahari yang
diterima oleh bumi dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat terhadap matahari
dan tebal tipisnya lapisan ozon di atmosfer. Semakin dekat kedudukannya
terhadap matahari, maka intensitas cahaya matahari yang diserap tanah akan
semakin tinggi sehingga suhu permukaan tanah biasanya akan semakin tinggi.
Fenomena terjadinya pemanasan global yang terjadi sekarang ini adalah karena
menipisnya lapisan ozon yang berfungsi untuk menyerap radiasi matahari sebelum
sampai ke bumi, karena lapisan ozon semakin menipis maka kemampuannya untuk
menyerap radiasi matahari semakin berkurang akibatknya intensitas radiasi
matahari yang diterima oleh bumi akan sangat tinggi, sehingga suhu tanah akan
menjadi semakin tinggi. Jika suhu tanah terlalu tinggi (ekstrim) bisa mematikan
mikroflora dan mikrofauna tersebut sehingga tanah menjadi tidak subur, selain
itu dapat mengganggu aktivitas fotosintesis, dan respirasi tumbuhan. Untuk
menghindari pengaruh radiasi matahari tersebut, maka teknik pemulsaan
(mulching) pada tanah yaitu menutupi permukaan tanah dengan jerami, sisa-sisa
tanaman, kompos atau bahan lainnya, dapat dilakukan karena salah satu
manfaatnya adalah selain mempertahankan kelembaban dan suhu tanah juga dapat
mendorong penyerapan unsur hara oleh akar-akaran juga dapat mempertahankan
keberadaan mikroflora dan mikrofauna sehingga kesuburan tanah tersebut dapat
terjaga.
3) Kelembaban tanah
Kelembaban tanah dipengaruhi oleh
tekstur tanah, karena tekstur tanah ini akan menentukan kemampuan pengikatan
air dalam tanah. Tanah dengan tekstur berpasir biasanya kurang baik untuk
pertanian teutama untuk pesawahan karena sifat pelolosan airnya besar sekali,
hal ini dapat mempercepat pengeringan tanah, sehingga kelembaban tanahnya akan
menjadi rendah. Tetapi untuk dry farming jenis tanah ini bisa digunakan.
Tekstur tanah berlempung atau loam soil sifatnya sangat baik kemampuan
pengikatan airnya artinya dapat menjaga kelembaban tanah dengan baik dan sama
baiknya pada waktu musim hujan maupun musim kemarau sehingga tanah jenis ini
sangat baik digunakan untuk pertanian. Tekstur tanah liat berlempung atau
clayed soil , tanah ini baik sekali untuk usaha tani persawahan. Apabila tanah
ini digunakan untuk usaha tani yang bersifat umum atau bercocok tanam palawija
serta tanaman lainnya, maka kelembabannya perlu diawasi secara ketat,
pengawasan ini dilakukan untuk menjaga kelembaban optimal tanaman tersebut agar
dapat terjamin dengan baik.
4) Curah hujan
Lokasi lahan pertanian dengan curah
hujan yang tinggi, dapat menimbulkan erosi tanah, atau banyak menghanyutkan
bagian tanah paling atas yang subur (top soil), sehingga bagi para petani
dianjurkan melakulan pola dan teknik pengolahan tanah dan penanaman yang
sesuai, yang bertujuan untuk melindungi permukaan tanah dari pengaruh curah
hujan yang tinggi antara lain: pemulsaan (mulching) pada tanah yaitu menutupi
permukaan tanah dengan jerami, sisa-sisa tanaman, kompos atau bahan lainnya.
Manfaat pemulsaan adalah:
Permukaan tanah akan terlindungi
dari daya kikisan serta penghanyutan tanah top soil yang subur.
a) Menghambat evaporasi (penguapan)
tanah yang berlebihan karena adanya bahan pelindung terhadap radiasi matahari.
b) Memperbesar kapasitas penyerapan air
ke dalam pori-pori tanah.
c) Mempertahankan kelembaban dan suhu
tanah sehingga mendorong penyerapan unsur hara oleh akar-akaran.
d) Mulsa yang telah lapuk akan
memperkaya bahan organik tanah, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah.
5) Angin
Angin adalah massa udara yang
bergerak. Kecepatan angin menunjukkan perbedaan antara musim hujan dan musim
kemarau. Pada musim hujan kecepatan angin sekitar 2,5 m/detik (9,0 km/jam) dan
pada musim kemarau kecepatan angin sekitar 3,5 m/detik (12,6 km/jam). Kecepatan
angin sering menimbulkan berbagai kerusakan. Angin yang bergerak dengan cepat
dapat mendorong terkikisnya tanah bagian atas yang subur (top soil), atau erosi
tanah terutama untuk lahan dengan derajat kemiringan yang tinggi. Angin yang
bergerak pada suatu lokasi pun sifatnya berbeda-beda, hal ini ditentukan oleh:
a) Daerah atau tempat dimana massa udara terjadi. Jika angin yang bergerak berasal dari daerah yang banyak air maka massa udara bersifat lembab, angin ini tidak akan mendorong terjadinya pengeringan tanah, tetapi bila berasal dari daerah kering, angin akan bersifat kering sehingga akan mendorong terjadinya pengeringan tanah.
a) Daerah atau tempat dimana massa udara terjadi. Jika angin yang bergerak berasal dari daerah yang banyak air maka massa udara bersifat lembab, angin ini tidak akan mendorong terjadinya pengeringan tanah, tetapi bila berasal dari daerah kering, angin akan bersifat kering sehingga akan mendorong terjadinya pengeringan tanah.
b) Jalan yang dilalui oleh massa
udara tersebut. Bila melalui daerah yang basah, maka angin akan mengisap air
dari daerah teresebut, sehingga mendorong penguapan atau pengeringan tanah yang
dilaluinya, sehingga angin tersebut bersifat lembab.
BAB
III
GAMBARAN
UMUM WILAYAH
3.1
Kota Bau-Bau
Kota Bau-Bau terletak di jazirah
Sulawesi Tenggara bagian selatan Pulau Buton, yang secara rinci di bahas pada
bagian bawah ini berdasarkan keaadaan umum wilayahnya.
1. Letak
geografis
Secara
geografis Kota Bua-Bau terletak di bagian selatan garis Khatulistiwa di antara
5◦21 - 5◦3/ Lintang Selatan dan di antara 122◦30 - 122◦45/ Bujur Timur.
2. Luas
wilayah
Daerah
Kota Bau – Bau awalnya terdiri dari 4 kecamatan, namun semenjak tahun 2006
mekar menjadi 6 kecamatan dan menjadi 7
kecamatan di akhir tahun 2008 dengan luas wilayah 221,00 KM2 dan luas setiap
kecamatan yaitu di sajikan dalam table:
Kecamatan
|
Luas
Wilayah
|
1.
Betoambari
2.
Murhum
3.
Wolio
4.
Kokalukuna
5.
Sorawolio
6.
Bungi
7.
Lea
|
27,89
Km2
6,45 Km2
17,33
Km2
9,44 Km2
83,25
Km2
47,71
Km2
28,93
Km2
|
3. Batas
wilayah
Kota
Bua-Bau berbatasan pada sebelah utara dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton: sebelah selatan dengan
Kecamatan Batauga Kabupaten Buton dan sebelah Barat dengan Selat Buton.
4. Topografi
dan Hidrologi
Kondisi
topografi daerah Kota Bau – Bau pada umumnya memiliki permukaan yang bergunung,
bergelombang dan berbukit-bukit. Diantara
gunung dan bukit terbentang daratan yang merupakan daerah-daerah
potensial untuk mengembangkan sector- sector pertanian.
Di samping itu Kota
Bau-Bau memiliki pula sungai yang besar yaitu sungai Bau-Bau yang membatasi
Kecamatan Wolio dengan Kecamatan Murhum dan membelah Kota Bau-Bau.
5. Keadaan
Iklim
Keadaan
iklim di Kota Bau-Bau umumnya sama dengan daerah lain de sekitarnya yang
mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan terbanyak
terjadi pada bulan desember dan maret, pada bulan – bulan tersebut angina barat
yang bertiup dari Asia dan Samudera Pasifik mengandung banyak uap air, musim
kemarau terjadi mulai bulan mei sampai bulan oktober, pada bulan – bulan ini
angina timur yang bertiup dari Australia kurang mengandung uap air.
Berdasarkan
catatan stasiun Metereologi Kelas III Betoambari, pada tahun 2009 terjadi hari
hujan sebanyak 107 hari hujan dengan curah hujan sebanyak 1.093 mm, kondisi ini
menurun jika di bandingkan dengan hari hujan dan curah hujan tahun sebelumnya
yang mencapai 164 hari dan 1.863,5 mm dimana curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan desember sebesar 288,2 mm sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada
bulan agustus sebesar 0,4 mm.
Suhu udara di kota
Bau-Bau pada tahun 2009 berkisar antara 23,7◦C sampai dengan 32,4◦C. untuk
kecepatan angina rata-rata yang terjadi selama tahun 2009 yang tertinggi
terjadi bulan agustus yaitu sebesar 5,0 Knot/second sedangkan kecepatan
anginrata – rata terendah terjadi pada bulan mei yakni sebesar 2,0 Knot/second.
Sementara itu kelembaban udara rata-rata selama tahun 2008
tercatat antara 71% - 86%, serta tekanan udara yang tercatat yaitu rata- rata
1.010,3 mb – 1.013,8 mb.
3.2
Kecamatan Sorawolio
1. Letak
Geografis Wilayah
Kecamatan
Sorawolio terletak pada bagian selatan garis khatulistiwa serta terletak pada
5◦45 - 5◦44 Lintang selatan ,dan 122◦68 - 122◦75 Bujur Timur. Dengan batas
wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bungi; sebelah timur
berbatasan dengan Kecamtan Pasar Wajo; sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Sampolawa dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wolio.
Kecamatan Sorawolio memiliki topografi yang
berbukit-bukit serta memiliki luas yaitu 83,25 Km2 atau 37,66% dari luas Kota
Bau-Bau. Kelurahan Kaisabu merupakan wilayah terluas yakni 40,15 Km2 dan yang
terkecil adalah Kelurahan Bugi dengan luas wilayah 10,95 Km2. Dngan kata lain
dari bentuk topografi wilayahnya dapat dipastikan bahwa wilayah Kecamatan
Sorawolo bukanlah daerah pesisir tetapi daerah yang di lalui oleh aliran
sungai/kali sebagai daerah penghasil air bersih Kota Bau-Bau.
2. Keadaan
iklim
Pada
dasarnya keadaan iklim di daerah Kecamtan Sorawolio sama dengan di daerah lain
kota Bu-Bau. Suhu di suatu tempat antara lain di tentuka oleh tinggi rendahnya
tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun
2010 suhu udara minimum terjadi pada bulan agustus sebesar 23,1◦C dan suhu
udara maksimum terjadi pada bulan February, sebesar 31,8◦C.
Kecepatan angina pada tahun 2010 umumnya merata setiap
tahunnya, yakni dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 2,0 sampai dengan
2,4 knots.
Curah hujan di suatu tempat antara lain di pengaruhi oleh
keadaan iklim , keadaan topografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh
karena itu curah hujan di kecamatan Sorawolio pada tahun 2010 sangat beragam
setiap bulannya, dimana curah hujan terbanyak terjadi pada bulan desember
sebesar 623,2 mm. adapun yang mempengaruhi hujan dan arah kecepatan angina
adalah perbedaan tekanan udara.
3. Keadaan
Pertanian
Kecamatan Sorawolio dengan luasnya 83,25
ha pada tahun 2010, sebesar 7,39 persen merupakan hutan Negara, lahan yag di
usahakan untuk pertanian yang terdiri dari lahan tegal sebesar 12,31 %, tanah
sawah sebesar 1,80 %, ladang sebesar 4,13 %. Sedangkan sisanya sebesar 11,37 %
digunakan untuk pekarangan da penggunaan lainnya.
Adapun yang menjadi penghasilan dari
masyarakat Sorawolio adalah berladang padi, jagung dan berbagai jenis tanaman
sayuran dan kacang-kacangan; bertegal
coklat,kopi, jambu mete, cengkeh dan beberapa tanaman perkebunan serta
kehutanan lainnya; berternak beberapa jenis unggas ayam dan bebek serta
sapi dan kambing.
4. Kependudukan
dan pemerintahan
Luas
Daerah Pembagian Daerah Administrasi menurut Kelurahan
Kelurahan
|
Jarak ke Ibukota Kecamatan (Km)
|
Banyaknyak Rukun Warga
|
Banyaknya Rukun Tetangga
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
Kaisabu Baru
Karya Baru
Bugi
Gonda Baru
|
0,5
1,0
1,5
6,0
|
5
4
4
4
|
10
8
10
8
|
Sorawolio
|
9.0
|
17
|
36
|
Sumber : BPS Kecamatan Dalam Angka 2010
Penduduk
Jumlah penduduk tahun 2009 merupakan hasil proyeksi, sama
halnya dengan jumlah penduduk pada tahun 2008. Pada tahun 2008 jumlah penduduk
Kecamatan Sorawolio yakni 6.776 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi
6.941 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 2,44 persen.Dengan
Jumlah penduduk yang cukup besar dan terus bertambah setiap menyebabkan semakin
tingginya tingkat kepadatan penduduk.
Luas Daerah,Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
menurut Kelurahan 2009
Kelurahan
|
Luas Daerah (km²)
|
Jumlah Penduduk (Jiwa)
|
Kepadatan (Jiwa/Km)
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
Kaisabu Baru
Karya Baru
Bugi
Gonda baru
|
40,15
11,00
10,95
21,15
|
1.727
1.747
1.860
1.606
|
43
159
170
76
|
Sorawolio
|
83,25
|
6.941
|
83
|
Sumber : BPS Kecamatan Dalam Angka 2010
BAB
IV
METODE
PELAKSANAAN
1. Jenis
Data
Jenis data yang
digunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui Biro pusat
Statistik (BPS) , serta BPTP dan beberapa literature pendukung.
2. Waktu
dan Tempat Pengamatan
Waktu yang digunakan
untuk melakukan pengamatan sekaligus penulisan laporan ini adalah selama 15
minggu. Serta yang menjadi tempat pengamatan adalah kecamatan Sorawolio kota
Bau-Bau,SULTRA.
3. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
penulisan laporan ini, teknik pengumpulan data adalah data yang digunakan yakni
data sekunder, dimana bersumber dari beberapa literatur studi pustaka serta
berdasar pada instansi terkait (BPS, BPTP)
BAB
V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
5.1.1
Radiasi Surya
Jumlah radiasi surya Rata – Rata tahunan
di kecamatan Sorawolio disajikan dalam table pada stasiun Meteorologi Kapontori
:
TAHUN
|
RGM (MJ/M2)
|
2003
|
17,76
|
2004
|
18,07
|
2005
|
15,6
|
∑x‾
|
17,14
|
5.1.2
Suhu Udara
Suhu udara Rata – Rata tahunan di
kecamatan Sorawolio disajikan dalam table pada stasiun Meteorologi Kls III
Betoambari:
TAHUN
|
SUHU UDARA (®C)
|
|
Minimum
|
Maksimum
|
|
2007
|
23,5
|
31,7
|
2008
|
23,4
|
31,7
|
2010
|
24,17
|
31,16
|
∑x‾
|
23,7
|
31,5
|
5.1.3
Angin
Rata – rata tahunan kecepatan angina
dikecamatan Sorawolio pada Stasiun Meteorologi Kls III Betoambari, kota Bau -
Bau
TAHUN
|
KECEPATAN ANGIN (KNOT)
|
2005
|
2,7
|
2006
|
3,8
|
2007
|
3,2
|
2008
|
4,0
|
2010
|
2,9
|
∑x‾
|
3,32
|
5.1.4
Evapotranspirasi
Angka hasil evapotranspirasi untuk
kecamatan tidak disajikan karena telah berhubugan dengan keadaan curah hujan di
suatu tempat sebagai substansi dasar pembentukan hujan.
Namun untuk menjangkau pengetahuan
tentang tingkat evapotranspirasi di kecamatan Sorawolio berikut di sajikan data
tentang kelembaban udara rata – rata tahunan pada kecamatan bersangkutan pada
Stasiun Meteorologi Kls III Betoambari, kota Bau – Bau.
TAHUN
|
KELEMBABAN (%)
|
2005
|
81,25
|
2006
|
64,56
|
2007
|
83,08
|
2008
|
83,00
|
2010
|
87,84
|
∑x‾
|
79,946
|
5.1.5
Hujan
Rata – rata tahunan curah hujan
dikecamatan Sorawolio pada Stasiun Meteorologi Kls III Betoambari, kota Bau –
Bau.
TAHUN
|
CURAH HUJAN
|
|
Jumlah Hari (hh)
|
Curah Hujan (mm)
|
|
2007
|
14
|
168,12
|
2008
|
13,67
|
155,29
|
2010
|
19,42
|
279,14
|
∑x‾
|
15,69
|
200,85
|
5.2
Tipe Iklim
5.2.1
Menurut Koppen
Berdasarkan asumsi pembagian iklim
Koppen dengan dasar temperature rata – rata suhu udara dan curah hujan, di
Kecamatan Sorawolio terdapat Tipe Iklim A dengan suhu udara rata – rata tahunan
berkisar antara 23,7 – 31,5 serta curah hujan rata – rata tahunan > 60 mm
(200mm).
Adapun jenis tanaman yang dapat tumbuh
adalah padi, jagung, kopi, tembakau, lada, ubi kayu, kapas, mangga, durian,
rambutan, belimbing, tomat, terung, melon, semangka, bawang, tebu, pinus,
mahoni, kelapa, coklat. Lombok,cabei, sayuran berdaun lebar.
5.2.2
Menurut Morth
Khususnya tipe Iklim di Kecamatan
Sorawolio menurut Morth merupakan daerah yng memilikin tipe iklim Basah pada
waktu waktu tertentu serta bulan kering yang panjang pada bulan bulan tertentu
yakni pada musim kemarau.
5.2.3
Menurut Smith Ferguson
Khususnya untuk daerah Kecamatan
Sorawolio, tipe iklim menurut Smith Fergusom adalah tipe iklim sedang dengan kriteria berkisar pada 60 – 100
% yaitu 79,946 %.
5.2.4
Menurut Oldemman
Untuk daerah Kecamatan Sorawolio, tipe
iklim yang di kehendaki menurut Oldemman adalah tipe Iklim D. yaitu Iklim yang memiliki
bulan basah 3-4 kali berturut-turut khususnya pada bulan Februari sampai April.
Serta bulan kering, khususnya pada bulan Juli sampai Oktober.
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1.
Rata – Rata unsur iklim di Kecamatan
Sorawolio Kota Bau – Bau
a.
Radiasi Surya di Kecamatan Sorawolio
rata – rata tahunan adalah 17,14 MJ/M2
b.
Suhu Udara rata – rata tahunan di
Kecamatan Sorawolio berkisar pada 23,7 – 31,5 derajat celcius.
c.
Kecepatan angin untuk Kecamatan
Sorawolio berada pada rata – rata tahunan 3,32 KNOT
d.
Evapotranspirasi (tidak ada data)
e.
Hujan rata – rata tahunan Kecamatan
Sorawolio berkisar pada 200,85 mm.
2.
Tipe Iklim di Kecamatan Sorawolio Kata Bau
– Bau adalah tipe iklim hujan tropis sedang dengan kriteria bulan basah dan
bulan kering (tipe D).
3.
Berdasarkan kesimpulan 1 dan 2 maka
jenis tanaman yang pantas di kembangkan di Kecamatan Sorawolio adalah:
a.
Tanaman perkebunan: nangka, kopi,
coklat, kelapa.jati, tembakau dan beberapa tanaman rempah, alpukat, kapas.
b.
Tanaman pangan : padi, jagung, ubi kayu
c.
Tanaman holtikultura: beberapa jenis
tanaman sayuran dan kacang-kacangan serta wortel, cabei rawit, bawang, dan
lain-lain.
d.
Buah – buahan: kedondong, mangga,
pisang, papaya, durian,melon, semangka,rambutan, belimbing
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Tohir, Kashlan
A. 1983. SEUNTAI PENGETAHUAN USAHA TANI INDONESIA. Penerbit : Rineka Cipta.
Jakarta.
Hakim, Nasotion,
Andi. 1991. PENGANTAR KE ILMU-ILMU PERTANIA. Penerbit: Pustaka Litera
AntarNusa. Bogor
Mosher.A.T.
1986. MENGGERAKKAN DAN MEMBANGUN PERTANIAN. Penerbit: Rineka Cipta. Jakarta
Las, Irianto,
Sumairni. 2000. PENGANTAR AGROKLIMAT DA BEBERAPA PENDEKATANNYA. Balitbang
Pertanian. Jakarta
Surmaini,dkk.
1999. Analisis peluang penyimpangan iklim danpola ketersediaan air pada wilayah
pengembagan IP padi 300. Puslitanak ARMP II, Baligbang Pertanian. Jakarta
Winarso, P.A.
1998. PERAMALAN CUACA & IKLIM SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PERTANIAN: makalah
pelatihan analisis & pemantauan faktor iklim untuk pertanian, Dept.
Pertanian Jakarta
Bell and
Doberman.1997. dalam surmaini, 2000. Jakarta
Fahrizal.http://blogspot.
Iklim bagi.....
Scmidt &
Ferguson. 1975 : dalam kashlan 1991.Edisi ke-2 GAMBARAN USAHA TANI INDONESIA.
Penerbit: Rineka Cipta. jakarta
Himmelblau, David M. (1985454545). Basic Principles And Calculations In
Chemical Engineering.
Prentice Hall. ISBN 0-13-066572-X.
Perry, R.H. and Green, D.W (1997). Perry's Chemical Engineers' Handbook (7th
Edition). McGraw-Hill. ISBN 0-07-049841-5.
Meity,sinaga, suradji, Dr.Ir, Msc. 1990.
JAMUR MERANG DAN BUDI DAYANYA. PT Penebar Swadaya. Jakarta
T. Sarpian. 2003. BUDI DAYA LADA.
Penerbit: Penebar Swadaya.. Jakarta
Nur Berlian Venis Ali, Estu Rahayu.
1995. WORTEL DAN LOBAK. Penerbit: Penebar Swadaya.. Jakarta